Senin, 16 Januari 2012

UAS TEKNOLOGI INFORMASI

1. MAKALAH (WORD)
2. PROYEKSI PENDUDUK (EXCEL)
3. ANIMASI CARA KERJA (POWERPOINT)
4. RAR

Dicekik Plastik

oleh : Dewi "dee" Lestari

Sabtu pagi. Akhir pekan. Keramaian manusia di pusat perbelanjaan. Sungguh bukan pemandangan baru. Tapi saya baru tahu, mengantre di kasir supermarket di hari Sabtu pagi bisa menjadi pengalaman yang begitu miris dan mengiris.

Pagi itu saya belanja di Carrefour sendirian. Sambil menunggu pembelanja sebelum saya yang belanjaannya sampai dua troli, saya mengamati sesuatu. Lewat pengeras suara, beberapa kali terdengar imbauan untuk mengurangi sampah plastik, bahwa Bumi sedang mengalami pemanasan global, dan sudah tersedianya kantong belanja ramah lingkungan yang bisa dibeli dengan harga terjangkau (ada dua pilihan: dua ribu perak berbahan plastik daur ulang dan sepuluh ribu perak untuk yang berbahan polyethylene).

Lalu di dekat kasir, tertempel sebuah stiker yang bunyinya kira-kira begini: petugas kasir diharuskan untuk menawarkan isi ulang pulsa dan kantong belanja ramah lingkungan pada para pembeli. Saya memperhatikan kiri-kanan, termasuk pada saat giliran saya membayar tiba. Memang betul saya ditawari pulsa. Tapi tidak kantong belanja tadi.

Dan, berbarengan dengan pengumuman yang bergaung di seantero toko mengenai pemanasan global, saya mengamati bagaimana belanjaan demi belanjaan dimasukkan ke kantong-kantong kresek oleh tangan-tangan gesit yang sudah bergerak terampil bagai robot. Tak sampai penuh, bahkan kadang setengah pun tidak, mereka mengambili kantong plastik baru. Yang belanja pun tenang-tenang saja menyaksikan. Kenapa tidak? Berapa pun kantong plastik yang dipakai, itu sepenuhnya terserah pihak supermarket. Gratisan pula.

Sambil mengamati gerakan tangan gesit petugas, dalam hati saya bertanya: haruskah seboros itu? Barangkali memang kebijakan dari toko yang mengharuskan berbagai jenis barang untuk tidak digabung dalam satu kantong. Tapi kenyataannya, kantong-kantong plastik setengah penuh itu hanya berfungsi sebagai alat angkut dari kasir menuju troli, lalu dari troli menuju bagasi mobil, lalu dari mobil menuju rumah. Kalaupun beberapa barang beda kategori tersebut harus digabung, asal tidak terkocok-kocok di mesin pengaduk semen,seriously, what harm can possibly be done with those stuffs?

Saat saya harus maju, memang saya terlihat lebih repot dari yang lain. Saya mengeluarkan tiga kantong yang saya bawa dari rumah, lalu mengisinya sendiri. Bukan apa-apa. Kadang-kadang akibat pelatihan yang mengharuskan para petugas supermarket untuk memilah-milah barang membuat mereka seringkali tampak canggung dan melambat ketika harus menggabungkan santan kotak dengan kapas, atau piring dengan brokoli, atau pasta gigi dengan selai. Sementara bagi saya itu bukan masalah. Tiga kantong yang saya bawa dari rumah tampak gendut dan sesak. Beberapa barang besar seperti beras dan deterjen tiga kiloan saya biarkan di troli tanpa plastik.

Melajulah troli saya yang jadinya tampak aneh di tengah troli-troli lain yang didominasi tumpukan kresek putih. Rata-rata orang keluar dari sana membawa 4-6 kantong kresek. Belum termasuk plastik-plastik yang membungkusi buah dan sayur. Jika semua ini direkam dalam video, lalu satu demi satu gambar dihilangkan dan dibiarkan gambar plastiknya saja, niscaya kita akan melihat buntelan-buntelan putih licin yang mengalir bagai sungai dari supermarket menuju parkiran.

Superindo punya kebijakan yang selangkah lebih mending. Jika belanjaan kita cukup banyak maka petugas di kasir akan menawarkan pemakaian dus. Dan sudah ada dus-dus yang disediakan dalam jangkauan, hingga tak perlu tunggu lama untuk cari-cari ke gudang. Beberapa kali saya mengantre di kasir Superindo, saya menemukan banyak pembeli yang menolak pakai kardus meski belanjaan mereka banyak. Entah apa alasannya. Mungkin menurut mereka kurang praktis. Atau tidak terbiasa. Seperti Carrefour, Superindo juga menjual green bag, kantong belanja yang bisa dipakai berkali-kali.Green bag tersebut pun bisa didapat dengan gratis. Caranya? Mengumpulkan 70 stiker. Satu stiker didapat dengan belanja 10 ribu, dan stiker berikutnya di kelipatan 50 ribu. Jadi belanjalah dulu 10 ribu sebanyak 70 kali, atau belanja 3,5 juta untuk mendapatkan tas itu secara cuma-cuma. Wow.

Kasir di Ranch Market selalu bertanya pada pembeli: "Apakah struknya perlu dicetak?" dan ketika kita menjawab 'tidak' (karena seringnya memang tidak dilihat lagi juga), maka dia tidak akan mencetakkan struk yang berarti penghematan kertas. Sedang dilaksanakan pula kegiatan adopsi pohon dengan biaya 95 ribu, di mana kita akan mendapatkan satu kantong belanja bahan kain goni yang ukurannya cukup besar dan satu pohon akan ditanam atas nama kita di Gunung Rinjani. 'Saudara'-nya Ranch Market, yakni Farmer's Market, secara rutin mengadakan hari "Belanja Tanpa Kantong Plastik", di mana setiap Selasa minggu ke-2 Farmer's tidak menyediakan kantong plastik sama sekali. Sama seperti Carrefour dan Superindo, jaringan ini juga menjual green bag dari bahan kain seharga 10 ribu-an.

Memang, dibandingkan beberapa tahun yang lalu, inisiatif dari pihak supermarket/hipermarket sudah jauh lebih baik dan kreatif. Namun, apakah tidak bisa kita bergerak lebih cepat, lebih tajam, dan lebih langsung? Dan, mungkinkah perspektif yang digunakan pun sebetulnya terbalik? Jika benar-benar ingin mengurangi sampah plastik, kenapa justru pembeli yang tidak ingin menggunakan kantong kresek malah menjadi pihak yang harus mengeluarkan biaya ekstra dan tidak mendapat insentif apa pun? Sementara yang pakai kantong kresek tetap melenggang kangkung tanpa sanksi apa-apa? Tidakkah ini jadi mengimplikasikan bahwa gerakan go-green itu 'lebih mahal' dan 'repot', sementara yang sebaliknya justru 'gratis' dan 'praktis'? Di mata saya, penjualan kantong-kantong ramah lingkungan tersebut pun, selama masih menggunakan bahan baku baru dan bukan hasil daur ulang, akhirnya cuma jadi komoditas biasa. Seperti halnya jualan sabun atau sayur. Sementara yang paling penting adalah BERHENTI memproduksi barang baru dan menggunakan ulang apa yang ada. Yang paling penting bukanlah mencetak tulisan "Selamatkan Bumi" di selembar kain kanvas atau di kain polyethylene lalu menjudulinya tas ramah lingkungan, melainkan membuat kebijakan yang benar-benar realistis dan berpihak pada lingkungan.

Dari data yang saya baca, di jaringan Superindo sendiri, penggunaan kantong kresek bisa mencapai 300.000 lembar per hari. 700 ton sampah plastik diproduksi hanya oleh Jakarta saja. Dan menurut Kementrian Lingkungan Hidup, komposisi sampah plastik di kota-kota besar seperti Surabaya dan Bandung meningkat sejak tahun 2000 dari 50% ke 70%. Kita benar-benar sudah dicekik plastik.

Pikiran saya terus berandai-andai: jika memang pemerintah tidak berbuat sesuatu untuk menekan produksi dan penggunaan kantong plastik, dan andai saya adalah pengambil keputusan di rantai supermarket tadi, maka saya akan menetapkan harga 2000-5000 rupiah untuk satu kantong kresek, yang barangkali akan lebih efektif untuk 'memaksa' orang membawa kantong sendiri ketimbang menjual kantong ramah lingkungan seharga 10 ribu. Dana dari 'sanksi' kantong kresek tersebut lalu disalurkan untuk kegiatan penghijauan dan aktivitas lingkungan hidup lainnya. Di sebagian negara di Eropa, ternyata pengenaan biaya pada kantong belanja telah berhasil menurunkan sampah kantong plastik hingga 90%.

Saya cukup salut dengan keberanian Makro. Barangkali cuma di Makro berlaku peraturan tegas di mana konsumen harus mengeluarkan uang 2000 rupiah untuk setiap kantong belanja. Setiap pembeli yang pergi ke sana mau tak mau harus siap mental untuk membawa kantong belanja sendiri atau berebut dus-dus kosong yang memang disiapkan di sana. Kebijakan seperti itu dapat dimaklumi karena Makro memang menjual barang-barang berukuran dan berkuantitas besar, jadi alasannya tidak melulu lingkungan. Namun bukannya tidak mungkin jaringan supermarket dan hipermarket lainnya mengikuti jejak Makro dengan mengusung alasan lingkungan, sebagaimana yang digaungkan lewat pengeras suaranya.

Saya keluar dari aliran sungai plastik tadi menuju mobil. Hati masih miris dan teriris. Sesekali bertanya, apakah khayalan saya ketinggian? Apakah realistis jika berharap pihak produsenlah yang berani muncul dengan kebijakan tegas, sementara para konsumennya sendiri tidak mau belajar mengedukasi dan melatih dirinya? Namun, sampai kapan kita bertahan di balik sekat-sekat kaku yang memisahkan pembeli dan penjual, pemerintah dan masyarakat? Sementara belitan plastik yang mencekik tanah dan air Indonesia sudah terlihat jelas di depan mata.

Sabtu, 07 Januari 2012

Payung Teduh

menemukan harta karun dikala sedang galau dengan UAS yang baru saja berjalan di 3 hari pertama. 

Seperti biasa  saya menemukan penyanyi atau band-band unik di last fm. seperti kemarin, saya menemukan sebuah grup musik Indonesia bernama "payung teduh". Apa istimewanya grup musik ini? Adem didengernya. Apalagi musim hujan kaya gini, sore-sore sambil menikmati capuccino panas. Liriknya sederhana dan sang penyanyi benar-benar menghayati vocalnya.  
favorit saya itu lagunya yang berjudul 

1. "Resah"
ini liriknya 
Aku ingin berjalan bersamamu 
Dalam hujan dan malam gelap 
Tapi aku tak bisa melihat matamu
Aku ingin berdua denganmu 
Di antara daun gugur 
Aku ingin berdua denganmu 
Tapi aku hanya melihat keresahanmu 
Aku menunggu dengan sabar di atas sini 
melayang-layang
tergoyang angin, menantikan tubuh itu

entah kenapa saya langsung jatuh hati sama lagu ini begitu pertama kali mendengarnya. Berkali-kali saya putar ulang lagu ini dan semakin pula saya suka. Kalau mendengar lagunya (i watch it on youtube) rasanya sedih tapi tetap adem didengar. Saya gak tau harus menggambarkan lagu ini seperti apa dan setepat apa. Kecintaan saya sama lagu ini mungkin juga dikarenakan terkekaitan liriknya dengan saya . ngerti kan? hahaha

2. Favorit ke dua judulnya "Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan"
Tak terasa gelap pun jatuh
Di ujung malam menuju pagi yang
dingin
Hanya ada sedikit bintang malam ini
Mungkin karena kau sedang
cantik-cantiknya
Lalu mataku merasa malu
Semakin dalam, ia malu kali ini
Kadang juga ia takut tatkala harus
berpapasan di tengah pelariannya
Di malam hari menuju pagi
Sedikit cemas banyak rindunya
3. "Angin Pujaan Hujan". One word for this song : KEREN!
Datang dari mimpi semalam 
Bulan bundar 
Bermandikan sejuta cahaya 
di langit yang merah 
Ranum seperti anggur wajahmu membuai 
mimpi 
Sang pujaan tak juga datang 
Angin berhembus bercabang 
Rinduku berbuah lara

Well 3 lagu di atas itu favorit saya atau rangking teratas diantara lagu-lagu Payung Teduh yang juga favorit saya (?) hahaha. Untuk lagu ke 2 dan ke 3 cari sendiri yaa ;). Have a nice weekend folks! :)
 

Minggu, 01 Januari 2012

when the curiosity kills...me

My curiosity could kill a lion, and myself as well.

Satu sifat yang melekat dalam diri saya adalah keingintahuan yang tinggi.Keingintahuan tentang apa saja yang ingin saya ketahui. Tentang pengetahuankah, tentang isu yang hangat di hari ini, atau pertanyaan yang terlintas dalam fikiran saya ketika sedang mengamati sesuatu, mungkin juga berita yang saya baca dan saya dengar,  apapun itu. 

Saya memilih untuk mencari semuanya dalam buku atau web canggih kesayangan saya : google.com. Terkadang saya bertanya, namun  terkadang pula telinga saya kurang terpuaskan oleh informasi yang saya dapat. Saya cari dan cari, begitu saya temukan jawabannya, istirahatpun akan terasa nyaman. Sebaliknya bila jawaban tak saya dapatkan, rasanya dongkol setengah mati, uring-uringan, marah-marah, jutek, judes, jungkir balik, males makan dan susah tidur, semua orang bisa saja saya repotkan bila hal itu terjadi. ._.
Stalker,kata yang terbaca oleh indra saya. Saya bisa saja disebut stalker. hahaha, saya pernah menulis tentang stalker dan saya sendiri stalker. Contohnya saja begini : pernah saya mengidolakan Steve Jobs, pada akhirnya laptop saya penuh berisi artikel video dan foto pendiri Apple inc itu. Begitu berita Steve Jobs meninggal, saya sedih luar biasa. Aneh memang, sepertinya kejiwaan saya terganggu. Tapi hal yang terjadi itu bisa saja karena saking detailnya saya mengikuti perjalanan orang besar itu sehingga sedihnya terasa. 
Itu contohnya bila yang saya 'penasari' adalah manusia. Kalau sesuatu yang membuat penasaran  itu sebuah persamaan, angka atau grafik (kalau bergabung jadi satu sering disebut mata kuliah)? Itu malah bikin saya tambah puyeng. Gregetan rasanya kalau jawaban tidak bisa di dapatkan di dalam semua buku yang saya punya. Rasanya ingin mengcopy semua buku yang ada di perpustakaan kampus dan universitas, dan mendirikan perpustakaan sendiri di kamar saya. 
Tambah pengen guling-guling di tanah kalau nanya ke orang dan orang itu gak memberikan penjelasan yang detail, ujung-ujungnya harus diselesaikan sendiri,mencari jawabannya sendiri. 
Diskusi? solusi yang bagus, tapi kalau yang diajak diskusi sama-sama bingungnya malah jadi pusing berjamaah. Walaupun begitu diskusi tetap menjadi pilihan utama.Kalau sudah mentok dan mendesak,suka sepakat bikin solusi akhir yang ketepatannya belum teruji 100%. Kalau benar ya untung bersama, kalau salah juga gak masalah toh bersama-sama :D.Tapi untuk saya, soal yang belum terpecahkan itu bakal terus membuntuti, gentayangan meminta dipecahkan dengan tepat.
Terulang lagi kalau penasaran belum terpenuhi, dongkol uring-uringan, marah-marah, jutek, judes, jungkir balik, males makan, susah tidur, dan akhirnya bikin repot orang lain. Hidup sudah seperti zombie.

Rasa ingin tau yang gak punya batas emang kadang menyusahkan , tampar saya sekarang !

Aku Kenal Kamu Kenal Dia

Kejadian yang terjadi beberapa bulan yang lalu ketika saya lagi-lagi mengunjungi kota jogja, melihat langsung wujud sang merapi dari kejauhan.
Aku bertemu dengan kamu, sahabat SMA ajaib, kuliah di universitas bergengsi,di fakultas yang bikin Aku mabok :kedokteran. 

Aku segera menghubungi kamu sesampainya di kotamu itu. Kamu segera menyambutku, menanyakan dimana posisiku berada yang ternyata,tempat tinggal kakakku dan kos kamu itu bersebelahan, hanya dibatasi dinding saja. Aku kembali merepotkan kamu, melahap snack-snack yang seharusnya bisa kamu habiskan seorang diri, membuat selimut dan spreimu berantakan, maaf yaa ;) sudah sering kan?

Kamu dan Dia, teman satu fakultas yang akrab. Kamu dan Dia sama-sama hobi karaoke. Kamu dan Dia sama-sama menggilai korea. Aku dan Dia? hey Aku dan Dia itu teman sedari SD. Aku dan Dia bersama-sama ikut tes masuk IC. Kami, sering menghabiskan akhir pekan bersama. Itu 6 tahun yang lalu. Aku dan Dia tidak lagi pernah berjumpa, hanya menjalin hubungan melalui social network. 

Aku kenal Kamu kenal Dia. Dunia sempit ya? Bumi bukan segi empat. Aku masih dibuat takjub karenanya. Kamu bisa bertemu dengan Dia yang sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Aku sejak 6 tahun yang lalu. 
Di hari itulah Kamu menghubungi Dia untuk mengabarkan bahwa Aku sedang berada di kotanya. Segera Dia datang dan memeluk Aku. Akhirnya setelah 6 tahun, kami berjumpa!
Aku, Kamu, dan Dia menghabiskan waktu bersama, Kalian menjamuku dengan baik. Aneh rasanya, Aku mengenal Kamu di saat yang berbeda dengan Aku mengenal Dia. Begitu juga Kamu mengenal Dia disaat yang berbeda dengan Kamu mengenal Aku. Tapi, Aku, Kamu, Dia bisa berjalan bersama, menghubungkan sinyal yang awalnya aneh menjadi biasa. Obrolan yang tercipta bisa dimengerti oleh Kamu, Aku dan Dia. 

Hari yang cerah di kota yang indah. Aku hanya belum habis fikir saja, Aku dan Dia bisa bertemu melalui Kamu sebagai penghubung. Kejutan yang sampai sekarang masih saja membuat Aku terkejut :D